Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

PENCARIAN BIO-KEHATI

Kamis, 26 Februari 2009

BUDIDAYA CACING TANAH

( Lumbricus sp.)

1. SEJARAH SINGKAT
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi masyarakat kita, terutama bagi masyarakat pedesaan. Namun hewan ini mempunyai potensi yang sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.
3. JENIS
Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus. Beberapa jenis cacing tanah yang kini banyak diternakan antara lain: Pheretima, Periony dan Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan. Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada segmen 27-32. Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau melebihi jenis lain. Cacing tanah jenis Pheretima segmennya mencapai 95-150 segmen. Klitelumnya terletak pada segmen 14-16. Tubuhnya berbentuk gilik panjang dan silindris berwarna merah keunguan. Cacing tanah yang termasuk jenis Pheretima antara lain cacing merah, cacing koot dan cacing kalung. Cacing tanah jenis Perionyx berbentuk gilik berwarna ungu tua sampai merah kecokelatan dengan jumlah segmen 75-165 dan klitelumnya terletak pada segmen 13 dan 17. Cacing ini biasanya agak manja sehingga dalam pemeliharaannya diperlukan perhatian yang lebih serius. Cacing jenis Lumbricus Rubellus memiliki keunggulan lebih dibanding kedua jenis yang lain di atas, karena produktivitasnya tinggi (penambahan berat badan, produksi telur/anakan dan produksi bekas cacing “kascing”) serta tidak banyak bergerak
4. MANFAAT
Dalam bidang pertanian, cacing menghancurkan bahan organik sehingga memperbaiki aerasi dan struktur tanah. Akibatnya lahan menjadi subur dan penyerapan nutrisi oleh tanaman menjadi baik. Keberadaan cacing tanah akan meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanaman. Selain itu juga cacing tanah dapat digunakan sebagai:
1. Bahan Pakan Ternak
Berkat kandungan protein, lemak dan mineralnya yang tinggi, cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti unggas, ikan, udang dan kodok.
2. Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit.
Secara tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronchitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus.
3. Bahan Baku Kosmetik
Cacing dapat diolah untuk digunakan sebagai pelembab kulit dan bahan baku pembuatan lipstik.
4. Makanan Manusia
Cacing merupakan sumber protein yang berpotensi untuk dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti halnya daging sapi atau Ayam.
5. PERSYARATAN LOKASI
1. Tanah sebagai media hidup cacing harus mengandung bahan organik dalam jumlah yang besar.
2. Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun yang gugur), kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Cacing tanah menyukai bahan-bahan yang mudah membusuk karena lebih mudah dicerna oleh tubuhnya.
3. Untuk pertumbuhan yang baik, cacing tanah memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau ph sekitar 6-7,2. Dengan kondisi ini, bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan atau fermentasi.
4. Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15-30 %.
5. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon adalah sekitar 15–25 derajat C atau suam-suam kuku. Suhu yang lebih tinggi dari 25 derajat C masih baik asal ada naungan yang cukup dan kelembaban optimal.
6. Lokasi pemeliharaan cacing tanah diusahakan agar mudah penanganan dan pengawasannya serta tidak terkena sinar matahari secara langsung, misalnya di bawah pohon rindang, di tepi rumah atau di ruangan khusus (permanen) yang atapnya terbuat dari bahan-bahan yang tidak meneruskan sinar dan tidak menyimpan panas.
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Pembuatan kandang sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat seperti bambu, rumbia, papan bekas, ijuk dan genteng tanah liat. Salah satu contoh kandang permanen untuk peternakan skala besar adalah yang berukuran 1,5 x 18 m dengan tinggi 0,45 m. Didalamnya dibuat rak-rak bertingkat sebagai tempat wadah-wadah pemeliharaan. Bangunan kandang dapat pula tanpa dinding (bangunan terbuka). Model-model sistem budidaya, antara lain rak berbaki, kotak bertumpuk, pancing bertingkat atau pancing berjajar..
2. Pembibitan
Persiapan yang diperlukan dalam pembudidayaan cacing tanah adalah meramu media tumbuh, menyediakan bibit unggul, mempersiapkan kandang cacing dan kandang pelindung.
1. Pemilihan Bibit Calon Induk
Sebaiknya dalam beternak cacing tanah secara komersial digunakan bibit yang sudah ada karena diperlukan dalam jumlah yang besar. Namun bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula dipakai bibit cacing tanah dari alam, yaitu dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat pembuangan kotoran hewan.
2. Pemeliharaan Bibit Calon Induk
Pemeliharaan dapat dibagi menjadi beberapa cara:
1. pemeliharaan cacing tanah sebanyak-banyaknya sesuai tempat yang digunakan. Cacing tanah dapat dipilih yang muda atau dewasa. Jika sarang berukuran tinggi sekitar 0,3 m, panjang 2,5 m dan lebar kurang lebih 1 m, dapat ditampung sekitar 10.000 ekor cacing tanah dewasa.
2. pemeliharaan dimulai dengan jumlah kecil. Jika jumlahnya telah bertambah, sebagian cacing tanah dipindahkan ke bak lain.
3. pemeliharaan kombinasi cara a dan b.
4. pemeliharaan khusus kokon sampai anak, setelah dewasa di pindah ke bak lain.
5. Pemeliharaan khusus cacing dewasa sebagai bibit.
3. Sistem Pemuliabiakan
Apabila media pemeliharaan telah siap dan bibit cacing tanah sudah ada, maka penanaman dapat segera dilaksanakan dalam wadah pemeliharaan. Bibit cacing tanah yang ada tidaklah sekaligus dimasukan ke dalam media, tetapi harus dicoba sedikit demi sedikit. Beberapa bibit cacing tanah diletakan di atas media, kemudian diamati apakah bibit cacing itu masuk ke dalam media atau tidak. Jika terlihat masuk, baru bibit cacing yang lain dimasukkan. Setiap 3 jam sekali diamati, mungkin ada yang berkeliaran di atas media atau ada yang meninggalkan media (wadah). Apabila dalam waktu 12 jam tidak ada yang meninggalkan wadah berarti cacing tanah itu betah dan media sudah cocok. Sebaliknya bila media tidak cocok, cacing akan berkeliaran di permukaan media. Untuk mengatasinya, media harus segera diganti dengan yang baru. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara disiram dengan air, kemudian diperas hingga air perasannya terlihat berwarna bening (tidak berwarna hitam atau cokelat tua).
4. Reproduksi, Perkawinan
Cacing tanah termasuk hewan hermaprodit, yaitu memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam satu tubuh. Namun demikian, untuk pembuahan, tidak dapat dilakukannya sendiri. Dari perkawinan sepasang cacing tanah, masing-masing akan dihasilkan satu kokon yang berisi telur-telur. Kokon berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api. Kokon ini diletakkan di tempat yang lembab. Dalam waktu 14-21 hari kokon akan menetas. Setiap kokon akan menghasilkan 2-20 ekor, rata-rata 4 ekor. Diperkirakan 100 ekor cacing dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing tanah mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan yang ditandai dengan adanya gelang (klitelum) pada tubuh bagian depan. Selama 7-10 hari setelah perkawinan cacing dewasa akan dihasilkan 1 kokon.
3. Pemeliharaan
1. Pemberian Pakan
Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat cacing tanah yang ditanam. Apabila yang ditanam 1 Kg, maka pakan yang harus diberikan juga harus 1 Kg. Secara umum pakan cacing tanah adalah berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai sebagai media. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan pada cacing tanah, antara lain :
 pakan yang diberikan harus dijadikan bubuk atau bubur dengan cara diblender.
 bubur pakan ditaburkan rata di atas media, tetapi tidak menutupi seluruh permukaan media, sekitar 2-3 dari peti wadah tidak ditaburi pakan.
 pakan ditutup dengan plastik, karung , atau bahan lain yang tidak tembus cahaya.
 pemberian pakan berikutnya, apabila masih tersisa pakan terdahulu, harus diaduk dan jumlah pakan yang diberikan dikurangi.
 bubur pakan yang akan diberikan pada cacing tanah mempunyai perbandingan air 1:1.
2. Penggantian Media
Media yang sudah menjadi tanah/kascing atau yang telah banyak telur (kokon) harus diganti. Supaya cacing cepat berkembang, maka telur, anak dan induk dipisahkan dan ditumbuhkan pada media baru. Rata rata penggantian media dilakukan dalam jangka waktu 2 Minggu.
3. Proses Kelahiran
Bahan untuk media pembuatan sarang adalah: kotoran hewan, dedaunan/Buah-buahan, batang pisang, limbah rumah tangga, limbah pasar, kertas koran/kardus/kayu lapuk/bubur kayu. Bahan yang tersedia terlebih dahulu dipotong sepanjang 2,5 Cm. Berbagai bahan, kecuali kotoran ternak, diaduk dan ditambah air kemudian diaduk kembali. Bahan campuran dan kotaran ternak dijadikan satu dengan persentase perbandingan 70:30 ditambah air secukupnya supaya tetap basah.
7. HAMA DAN PENYAKIT
Keberhasilan beternak cacing tanah tidak terlepas dari pengendalian terhadap hama dan musuh cacing tanah. Beberapa hama dan musuh cacing tanah antara lain: semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu dan lain-lain. Musuh yang juga ditakuti adalah semut merah yang memakan pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat ini diperlukan untuk penggemukan cacing tanah. Pencegahan serangan semut merah dilakukan dengan cara disekitar wadah pemeliharaan (dirambang) diberi air cukup.
8. PANEN
Dalam beternak cacing tanah ada dua hasil terpenting (utama) yang dapat diharapkan, yaitu biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing). Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan mengunakan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya sehingga mereka akan berkumpul di bagian atas media. Kemudian kita tinggal memisahkan cacing tanah itu dengan medianya. Ada cara panen yang lebih ekonomis dengan membalikan sarang. Dibalik sarang yang gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul, kemudian sarang dibalik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal. Jika pada saat panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka sarang dikembalikan pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30 hari. Dalam jangka waktu itu, telur akan menetas. Dan cacing tanah dapat diambil untuk dipindahkan ke wadah pemeliharaan yang baru dan kascingnya siap di panen.

UPAYA KOMERSIALISASI PEMELIHARAAN CACING TANAH
(Raising Earthworms as Mushroom in the Rain)

Last Update :

Selama 3 tahun terakhir ini pemeliharaan cacing tanah tumbuh cepat bagaikan jamur di musim hujan, sejalan tingginya harga cacing segar (Rp 50.000 per kg). Kebanyakan suplai menyebabkan anjloknya harga jual sampai lebih dari separuhnya. Cacing bibit masih dihargai di atas Rp 100.000 per kg hidup. Minat banyak pihak terhadap cacing tanah menciptakan bisnis paket pendidikan singkat dengan biaya sekitar Rp 250.000 selama 4 hari.

Cacing tanah menghasilkan kotoran (cast) di permukaan sekitar sarang. Kotoran cacing mengandung mikro organisma, mineral anorganik dan bahan organik yang bermanfaat bagi tanaman. Biomass cacing akan diproses menjadi tepung cacing yang bisa dibuat kerupuk, kue kering, serta merupakan bahan aktif dalam industri kosmetik. Substrat dalam cacing tanah sejak lama diyakini ampuh untuk mengobati berbagai gangguan kesehatan seperti rematik, batu ginjal, demam dan cacar. Peneliti lokal meyakini bahwa ekstrak cacing dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen seperti Salmonela thypimurium (tifus) dan Escheria coli (diare).
Perbandingan Sifat Kimia & Kandungan Hara Casting
(Comparison of the Available Mineral in the Worm Casts)
Parameter Casting ( 1 ) Casting ( 2 ) Compost (2 )
pH (H20)
C-organic (%)
N total (%)
P available (%)
P total (%)
Ca (me/100 g)
Mg (me/100 g)
K (me/100 g)
Na (me/100 g)
Cation Exchange Capacity (me/100 g)
Alkali Saturation (%) 7.1
12.8
1.7
71.0
621.0
29.2
40.0
18.1
1.0
61.3
74.0 6.8
20.69
1.90
33.54
61.42
30.00
15.23
10.31
2.42
68.95
84.00 6.0
25.04
1.19
-
-
10.75
3.13
7.26
5.30
35.5
74.48
Source :
(1) Damayani (1993) dalam PIBI IKOPIN (1999), Abraham.S, Nenny.N, Siti
Mariam (1999), dalam R.Rukmana (1999)
(2) Rikrik.W (1996) dalam Abraham.S, Nenny.N, Siti Mariam (1999) dalam
R.Rukmana (1999)

Tingkah Laku

Sebanyak 85 % dari berat tubuh cacing tanah berupa air, sehingga sangatlah penting untuk menjaga media pemeliharaan tetap lembab (kelembaban 15 - 30 %). Tubuh cacing mempunyai mekanisme untuk menjaga keseimbangan air dengan mempertahankan kelembaban di permukan tubuh dan mencegah kehilangan air yang berlebihan. cacing yang terdehidrasi akan kehilangan sebagian besar berat tubuhnya dan tetap hidup walaupun kehilangan 70 - 75 % kandungan air tubuh. Kekeringan yang berkepanjangan memaksa cacing tanah untuk bermigrasi ke media yang lebih cocok.

Cacing sangat peka terhadap cahaya terlebih sepanjang bagian anterior tubuh. Bagian tengah kurang peka terhadap cahaya. Cacing memiliki tonjolan dekat bukaan mulut disebut prostomium yang terdiri atas sel-sel sensor berstruktur seperti lensa yang menggantikan fungsi mata. Selain itu, prostomium juga mampu membedakan material berbahaya selama proses makan. Cahaya tidak boleh menerangi permukaan media karena kondisi terang akan mengganggu kegiatan hidup normal di permukaan.

Biologi

Spesies cacing tanah yang umum dipelihara adalah Lumbricus terrestris, L. rubellus, Eisenia foetida, Allolobophora caliginosa dan A. chlorotica dari keluarga Lumbricidae. Spesies umum lainnya adalah Pheretima asiatica, Perionyx excavatus dari keluarga Megascolecidae, dan juga Diplocardia verrucosa dari keluarga Acanthrodrilidae, serta Eudrilus eugeniae dari keluarga Octochaetidae.



(A.K.Simanjuntak dan D.Walujo. Cacing Tanah, Budidaya dan Pemanfaatannya. 1982. hal 6
Bagian luar tubuh terdiri atas segmen-segmen yang jumlah dan lebarnya berbeda menurut spesies. Cacing tanah adalah hermaprodit dengan alat kelamin jantan dan betina pada bagian ventral atau ventro lateral. Cacing dewasa kelamin ditandai dengan adanya klitelum ( seperti cincin atau pelana berwarna muda mencolok melingkari tubuh sepanjang segmen tertentu) pada umur 2,5 bulan. Klitelum terkait dengan produksi kokon. Klitelum pada spesies L. rubellus dimulai pada segmen 22 memanjang 4 sampai 10 segmen ke posterior. Alat kelamin jantan dan betina terdapat mulai segmen 9 sampai 15 menurut spesies. Untuk menghasilkan telur fertil, cacing harus mencari pasangan dan saling menukar sperma yang akan membuahi sel telur. Pembuahan akan terjadi dalam masing-masing lubang kelamin betina. Setelah pembuahan, sepanjang permukaan klitelum akan mengeluarkan lendir yang akan dmengeras dan bergerak ke belakang terdorong oleh gerak maju cacing. Pada saat melewati lubang kelamin betina, telur-telur yang sudah dibuahi akan masuk ke dalam selubung kokon tersebut.

Kokon yang diletakkan pada kondisi lingkungan yang cocok akan menetas dalam 14 - 21 hari. Jumlah telur dalam kokon beragam, biasanya lebih dari 10 butir. Tergantung spesies, cacing dewasa mampu menghasilkan lebih dari 2 kokon setiap 5 - 10 hari. Perhitungan kasar menunjukkan setiap 100 cacing dewasa dalam kurun waktu 1 tahun dapat menghasilkan 100.000 cacing.
Waktu Pertumbuhan Beberapa Cacing Lumbricid
(Time of Development for some Lumbricid Worms)
Species No of Cocoons
/worm/year Incubation Time
of Cocoons (wk) Growth Period (weeks) Development (weeks)
E. foetida
D.subrubicunda
L. rubellus
L. castaneus
E. rosea
A. caliginosa
A. chlorotica
A. terrestris 11
42
106
65
8
27
27
8 11
8.5
16
14
17.5
19
12.5
10 55
30
37
24
55
55
36
50 66
38.5
53
38
72.5
74
48.5
60

Source : From Wilcke, 1952 in C.A.Edwards and J.R.Lofty (1977)


Cacing tanah bergerak menggunakan setae untuk mencengkeram atau membantu proses perkawinan. Lubang (pori-pori) yang terletak sepanjang ventral berhubungan dengan nephridia (organ utama pensekresi bahan nitrogen) di dalam tubuh. Pori-pori berfungsi mempertahankan kelembaban permukaan sebab cacing bernapas melalui kulit yang lembab. Sebagai reaksi atas rangsangan luar misalnya sentuhan mendadak, cacing secara spontan akan mengeluarkan lendir melalui pori-pori yang sama dalam upaya melepaskan diri dari ancaman tersebut.

Pemeliharaan

Bagian penting dalam pemeliharaan cacing tanah adlah menyiapkan media yang cocok, yang dapat mendukung pertumbuhan optimum. Media bisa ditempatkan dalam kotak plastik, anyaman bambu, maupun bak batako. Kotak-kotak media disusun pada rak bertingkat 4, yang ditaruh dalam ruangan terlindung dari terpaan cahaya. Tingkat kepadatan tebaran cacing sangat tergantung pada volume media. Media seberat 250 g cukup untuk menampung 250 g cacing dewasa. Media dan makanan tambahan adalah dua hal yang berbeda, tetapi cacing dapat memakan keduanya. Media terdiri atas campuran beberapa bahan organik (limbah pertanian, limbah pasar dll) yang pada awal pembuatannya dicampur air dan diaduk berulang kali utuk menyempurnakan proses fermentasi. Empat minggu kemudian dicampur dengan kotoran hewan (perbandingan 70 : 30). Kapur bisa ditambahkan (1 : 100 bahan organik) untuk mencapai pH netral.
Untuk menghindari kekeringan, permukaan media dilapisi plastik. Media sudah dianggap cocok apabila pH mencapai 6,0 - 7,2 ; tingkat kelembaban 15 - 30 % dan suhu antara 15 - 25 oC. Cacing tetap dapat tinggal dalam media bersuhu di atas 25 oC asalkan ternaungi dan mempunyai ventilasi yang baik. Mengingat cacing tidak dilengkapi gigi, sebaiknya makanan tambahan diberikan dalam bentuk bubur (campuran air dan bahan padat 75 : 25) dan disebarkan merata di permukaan media. Makanan tambahan biasanya terdiri atas kotoran hewan, daun berprotein tinggi, sayuran, jagung, katul, limbah industri dan lain-lain. Sewaktu memberikan makanan, taruh agak ke dalam lubang sebab cacing dewasa lebih suka makan di dalam lubang ketimbang cacing muda yang makan di permukaan. Dalam waktu 24 jam 1 kg cacing dewasa dapat menghabiskan 1 kg makanan tambahan.

Media sebaiknya diganti dengan yang baru apabila media lama terlihat sudah penuh dengan cast dan kokon. Jika biomass cacing yang menjadi tujuan pemeliharaan, panen bisa dilakukan setiap 2,5 - 3 bulan. Seleksi untuk mendapatkan stok pengganti harus dilakukan terhadap cacing dewasa berumur 4 bulan. Cast bisa dikumpulkan setiap 1 - 2 hari. Pemeliharaan 1 kg cacing dewasa akan menghasilkan 10 kg cast dalam 2 bulan atau setara 225 kg biomass cacing setiap tahun.

Summary :
At the last 3 years raising earthworm become most popular every where since the price for fresh worm getting higher (Rp 50,000 ~ US$ 5 / kg). Even too much supply than bring the price lower to almost half. Beside, the cast produced would be another kind of output which is quite popular for using as organic fertilizer. Since cast contain such a micro organism, inorganic mineral, and organic matter much usefull for plant. Worm casts had a bacterial count of 32.0 million per g compared with 6.0 - 9.0 million per g found in surrounding soil (Teotia in Edwards and Lofty, 1977).

Worm biomass in several area were processed into powder for cake, chips, and more specific purpose as active ingredient in cosmetic industry. The substrate in worm was believed effective to cure rheumatism, kidney stone, fever and smallpox. Some local workers through their research convinced that the extract (of worm) can inhibit the development of pathogenic bacteria such as Salmonela thypimurium (typhus) and Escheria coli (diarrhea).

Behavior. Worms much depend on water supply of the media since water constitutes 85 % of their body weight. They have mechanism to maintain water balance in order to keep body surface moist and prevent excessive dehydration. Even they can tolerate for lossing 70 - 75 % of body water by migrating to a more suitable media or by aestivating. Earthworms are sensitive to light by having sensory cells with a lens
like structure of the epidermis, dermis, and prostomium (a lobe overhanging the mouth on the first segement). Media should not fascilitated with strong light since it can prevent worms for crawling over the surface (eating, burrowing, copulating).

Biology. There are 9 species of earthworm most popular for cultivation such as Lumbricus terrestris, L.rubellus, Eisenia foetida, Allolobophora caliginosa, A.chlorotica from family Lumbricidae; Pheretima asiatica, Perionyx excavatus from family Megascolecidae; Diplocordia verrucosa from family Acanthrodrilidae; Eudrilus eugeuniae from family Octochaetidae. At least four species have been commercially cultivated in Indonesia that is L.rubellus (local name Jayagiri worm, E.foetida, P.asiatica,
and E.euginea. Beside still another local species less popular (since they do not possitive repond to the cultivation), that is cacing kalung (cacing = worms), cacing koot, cacing sondari (Metaphire longa). The most popular eathworm species, L.rubellus, also known in local name as European worms, has several characteristic such as body length bet-
ween 8 - 14 cm, total segment 95 - 100, brown bright color to reddish purple on dorsal while the ventral part showed cream colored, clitelum located on segment number 27 - 32 as much as 6 - 7 segments length, male organs on segment 14 and female organs on segment 13, the movement quite slow.

Cultivation. The most important in raising the earthworms is to provide suitable media as mainly can support their normal life activity. Media can be placed in plastic bags, box made of bamboo plait or concrete brix. Boxes stack into 4 story rack which than placed in room sheltered from light. The spread density of worms much depend on the media volume, recommended to spread 250 g mature worms into 250 g media. Media consist of several organic matter (water added) mixed together and let for 4
weeks to complete the fermentation process. Mixed with animal dung (ratio 70 : 30) then add lime (1 % of organic matter) to neutralized the pH (6.0 - 7.2). Media will become suitable for earthworms as moisture content to reach 15 - 30 %, temperature 15 - 25 oC. Whenever the surface fulled with casts and cocoons, should the media change with the new one. Supplemented porridge food slightly scattered over the surface. Within 24 hours, 1 kg of mature worms can consumpt almost 1 kg of food.

If worm biomass is the main purpose, harvest can be done for every 2.5 - 3 months. Worm casts can be collected every 1 - 2 days. For every 1 kg mature worm, farmers would have to yield almost 10 kg of worm casts in 2 months or equal with 225 kg of worm biomass every year.

See Other Articles :




This Page Has Hit Since August 2001


Reference :
1. Putra. F.A, Ny Kartini Hidup Bersama Cacing. Kompas. 18 September 1999.
2. Khoeruddin, I. Banyak Yang Tergiur Menjadi Jutawan Cacing. Suara Merdeka.
26 Agustus 1999.
3. Try, H. Ny Lies Umami Kerupuk Cacing Hingga Jus Cacing. Kompas. 14
Nopember 1999.
4. C.A.Edwards dan J.R. Lofty. Biology of Earthworms. 1977.
5. Rahmat, R. Budi Daya Cacing Tanah. 1999
6. A.K. Simanjuntak dan D. Walujo. Cacing Tanah Budi Daya dan Pemanfaatannya.
1982.


Disusun oleh :

1 komentar:

Silahkan Berikan Kritik dan Saran Anda

Download MP3

Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

"Just For Fun with BioHunter And Primbon"