Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

PENCARIAN BIO-KEHATI

Minggu, 31 Mei 2009

Marsupialia

Sesuai dengan namanya, ciri yang paling menarik pada marsupialia ialah caranya berkembang biak. Berbeda dengan mamalia lain, anaknya hanya sebentar saja tinggal dalam rahim si ibu. Tetapi biarpun lahir sangat lemah dan kurang berkembang, hambir menyerupai ulat, dengan instinknya ia masuk kedalam kantong ibu atau ”marsupium”. Marsupium ini ada semacam lipatan kulit yang menutupi puting susu. Sambil berkembang anak itu menempel pada puting susu itu selama beberapa minggu, dan untuk beberapa waktu mereka masih menggunakan marsupium itu sebagai sarang yang aman, hangat dan dapat berpindah-pindah, sekalipun mereka dapat keluar dan berjalan sendiri. Benar-benar seperti mamalia biasa, ada marsupialia yang pemakan serangga, yang pemakan tanaman dan pemakan daging.

Di dalam hal bentuk badan, ada ”tikus” berkantong, ”kucing”berkantong, ”bajing”berkantong, dan bahkan ”beruang”berkantong. Tetapi ada juga beberapa binatang berkantong tak mempunyai persamaan dengan binatang bertembuni seperti kangguru pohon, walabi dan kuskus.

Marsupialia banyak menyesuaikan diri dengan berbagai cara hidup baik dipohon, di tanah atau bahkan di bawah tanah dan air, namun demikian mereka tak tahan hidup bersaing dengan mamalia biasa di lingkungan yang sama.

Hewan-hewan yang termasuk golongan Marsupialia di Indonesia yaitu :

BANDIKUT EKOR PANJANG

Bandikut ekor panjang atau dalam bahasa latin disebut Peroryctes longicauda. Bandikot ekor panjang (anggota famili Peramelidae) adalah binatang yang aneh dengan hidung yang panjang dan ekor seperti tikus. Ada beberapa jenis Bandikut, dan diantara mereka ada yang dapat hidup di dalam hutan lebat dan sebagian yang lain dapat hidup di daerah-daerah tandus kering. Mereka makan segala macam makanan termasuk serangga, daun-daun, dan juga binatang-binatang yang lebih kecil. Kaki belakangnya menunjukkan penyesuaian dengan kebiasaan berlari dan meloncat seperti kangguru. Jari keempat besar, jari kedua dan ketiga bersatu, yang gunanya hanyak untuk membersihkan/memelihara kulit dan bulunya. Perawakan dari bintang ini serupa dengan kangguru, kaki belakang kuat dan panjang dan kaki dapan jauh lebih pendek.

Bandikut ini, berekor panjang, yaitu 20 cm sedangkan panjang badannya ± 30 cm. Bulunya coklat kemerahan, dengan garis-garis di rusuk atau di bagian belakangnya. Ia hidup di dalam hutan-hutan lebat di atas 1400 meter dpl., dimana kadang-kadang jejak dan lubang-lubang masuknya dalam tanah dapat kita temui.

Dua jenis lagi anggota famili Bandikut ini, yang hanya terdapat di indonesia, yaitu Bandikut tikus yang kecil (Microperyctes murina) dengan panjangnya 17,4 cm. Ia hidup di pegunungan Irian Jaya. Yang lain adalah Bandikut pulau Seram panjang hidung (Rhynchomeles prattorum), yang terdapat di hutan lebat hanya di Gunung Manusela. Belum cukup keterangan mengenai perangai dan sifat-sifat binatang ini.

KUSKUS EKOR BELIT

Kuskus ekor belit atau dalam bahasa latin Pseudocheirus caroli hidup di Irian Jaya, Papua New Guinea dan Australia Utara. Lebih banyak kenis Kuskus yang ada di Irian Jaya daripada famili-famili lain dari bintatang berkantong. Kuskus ekor belit dari pegunungan Weyland badannya kecil, kurang lebih seperti bajing yang besar. Bulunya seperti wol yang lembut dan lebat, berwarna keabu-abuan di seluruh badannya, kecuali sepertiga bagian ujung ekornya tak berbulu, yang khusus digunakan untuk membelit pada dahan pohon. Di atas tanah sikap berjalannya terhuyung-huyung, dan cukup unik kelihatannya, sekalipun biasanya binatang ini hidup di pohon. Beda sekali dengan jenis-jenis kuskus yang lain, mereka membuat sarang berbentuk kubah yang menyerupai sarang bajing. Disitulah binatang ini berlindung pada waktu siang hari, tidur dengan kepala bergelung ke bawah, diantara dua kaki belakangnya.

Telinganya bundar pendek, jari kesatu dan kedua berhadapan denga ketiga jari yang lainnya, oleh karena itu ia dapat memegang dahan pohon. Jarinya berkuku panjang, yang berguna sekali untuk mempertahankan diri dari serangan musuh-musuhnya. Jari pertama yang terdapat pada kaki belakang berhadapan dengan yang lainnya seperti pada monyet, tetapi yang ketiga dan keempat menjadi satu seolah-olah nampak sebuah jari dengan dua kuku. Hal ini merupakan ciri yang umum dari semua jenis kuskus.

Banyak jenis-jenis kuskus yang hidup di zona Australia lebih menunjukkan keanekaragaman dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan hidup yang luas, mulai dai pegunungan rawa-rawa dataran rendah, tanah-tanah kering dan hutan hujan, dibandingkan dengan famili-famili lain dari binatang berkantong. Tetapi banyak jenis dari bangsa kuskus ini hanya ditemui di daerah Indonesia, yang sangat membutuhkan perlindungan untuk menghindari kepunahannya.

KUSKUS TUTUL

Kuskus tutul (Phalanger maculatus) terdapat di pulau Selayer, Pulau Buru, Pulau Seram sebelah timur, Irian Jaya, Kepulauan Aru, Kai dan Papua New Guinea.

Kuskus ini termasuk bangsa kuskus yang berukuran besar, yaitu sebesar kucing gemuk, serta sangat berwarna-warni. Matanya menonjol berwarna merah, kuning atau hijau, dengan berpinggirkan bulu berwarna jingga. Badannya ditutupi bulu tebal berwarna coklat muda dengan tutul-tutul coklat tua. Namun masih banyak lagi variasi warnanya, malahan ada yang putih seluruhnya, atau jingga kemerah-merahan. Nampaknya warna bulu binatang ini berubah mengikuti usianya, ataupun tempat serta keadaan kesehatannya. Di sebelah selatan daerah pegunungan di Irian Jaya/Papua New Guinea, kuskus yang jantan bertutuk coklat tau dan yang betina pinggulnya kelihatan dengan sedikit bulu putih keperakan.

Kuskus tutul adalah binatang malam dan binatang yang suka hidup di pohon, gerakannya lambat dan agak pemalas. Ia mengeluarkan bau kasturi dari sautu kelenjar dekat ekornya. Sungguhpun demikian binatang ini terkenalsebagai binatang-binatang yang menarik. Para pemburu akan mencolok-colokkan tongkat ke dalam lubang-lubang kayu untuk menghalau binatang ini yang sedang tidur. Adanya bulu pada tongkat si pemburu itu menunjukkan bahwa binatang-bintang buruannya ada disitu. Tetapi kuskus, terhitung binatang yang pandai berkelahi, ia akan melawan dengan mengigit, membersut, menggeram, sambil mencekam dengan ekornya yang berkulit liat, tebal dan kuat, serta kaki belakangnya yang bercakar. Ular sawah dan biawak gemar sekali daging kuskus, sebagaimana juga manusia. Tetapi manusia membunuhnya selain untuk memperoleh daging juga untuk memperoleh bulunya yang bagus dan tebal itu.

Jenis yang dekat dengan kuskus tutul ini, ialah kuskus sulawesi, yang hanya terdapat di Pulau Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya. Kuskus macam ini selalu berwarna coklat tua dan hanya pada bagian mukanya saja yang berbulu lebih cerah.

KANGURU POHON UBAN

Beberapa jenis kanguru pohon hidup di Irian Jaya, Papua New Guinea dan Australia Barat Laut. Kanguru pohon uban atau Dendrolagus inustus yang hidup di Irian Jaya dan Papua New Guinea ialah binatang yang rupanya seperti kangguru kecil. Tapi telah menyesuaikan diri dengan kondisi hutan-hutan tropis sebagai tempat tinggalnya.

Hanya saja, karena binatang ini kurang musuhnya, maka tidak banyak gejala-gejala badaniah khusus yang mereka perkembangkan sebagaimana layaknya binatang pohon, seperti : ekor yang bersisik-sisik dapat membelit, tangan yang dapat memegang atau selaput yang menyebabkan mereka dapat meloncat. Malahan nampaknya mereka itu agak lambat. Pohon-pohon yang mereka pagut kuat-kuat denga lengannya dan cakarnya yang panjang di tancapkannya dalam-dalam ke pohon padahal mereka harus menjangkau daun-daun untuk memakannya

Kanguru pohon uban adalah kanguru pohon yang tersebar di antara 4 jenis kanguru pohon yang ada di Irian Jaya. Bulu binatang ini, seperti beruban (keabu-abuan), pada kepala, kaki dan perutnya berbulu lebih putih, ekornya bagus dengan bulu yang sama tebalnya. Ekor itu tampaknya tidak digunakan sebagai penahan, tetapi lebih banyak dipakai sebagai alat keseimbangan. Pemburu-pemburu setempat sering menangkap binatang ini pada ekornya yang biasa terjuntai.

Kanguru pohon, serupa dengan kuskus, yaitu tak pernah berbalik atau berputar di atas pohon. Ia selalu memanjat atau turun di pohon dengan kepala ke atas dan ekornya ke bawah.

Suatu penyesuaian khusus untuk hidup di hutan hujan ialah bulu di tengkuknya atau juga di punggungnya tumbuh dengan arah yang terbalik. Hal ini berhubung dengan kebiasaan kanguru pohon, duduk dengan bahu lebih tinggi dan kepala tunduk ke bawah, sehingga bulu terbalik itu merupakan alat yang sesuai untuk menghindarkan air hujan. Kanguru pohon adalah binatang malam, dimana waktu siang ia tidur dengan bergelung pada lekukan pohon-pohon kayu.

WALABI SEMAK

Walabi semak (Thylogale bruijni) adalah masih termasuk golongan Marsupialia, anggota famili Macropodidae. Binatang ini hidup di Kepulauan Aru, Kai dan Ambon (Maluku) dan juga Irian Jaya dan Papua New Guinea.

Binatang kecil yang serupa kanguru ini mempunyai panjang badan kira-kira 60 cm, dengan panjang ekor 40 cm. Mereka dapat hidup mulai dari daerah pantai sampai ke daerah pegunungan yang tingginya ± 4000 meter dpl. Mereka lebih menyukai daerah padang rumput, hutan jarang atau belukar daripada hutan lebat.

Sampai sekarang, binatang ini masih sangat terbiasa dengan daerah-daerah dimana mereka terganggu oleh anjing atau manusia, mereka dapat terlihat merumput di lapangan yang terbuka. Hanya bila ada bahaya, mereka segera meloncat menyelamatkan diri ke semak-semak yang terdekat.

Di daerah semak belukar atau rerumputan tinggi, terlhat bekas jejaknya yang mudah dikenal. Pada umumnya, jenis binatang kanguru, berkembang biak sangat lambat. Tiap kali beranak, hanay seekor di kantongnya. Jarang sekali dua ekor dalam satu kantong. Juga anaknya itu pun masih menggunakan kantong itu dalam waktu lama sesudah berhenti menyusu. Bila ada bahaya, ia masuk ke dalam kantong, untuk segera dilarikan oleh induknya.

Bangsa walabi semak adalah binatang yang paling kecil dan yang paling pemalu diantara semua bangsa kanguru.

DAFTAR PUSTAKA

Carter,V.1978.Mamalia Darat Indonesia. PT. Intermasa: Jakarta

Sabtu, 16 Mei 2009

Jamur

Apakah Jamur Itu?

Jamur adalah kelompok besar jasad hidup yang termasuk ke dalam dunia Cendawan ( FUNGI ) yang tidak mempunyai pigmen hijau daun (khlorofil). Tetapi jamur berinti, berspora, berupa sel, atau benang, bercabang-cabang, dengan dinding sel dari selulosa atau khitin atau kedua-duanya. Pada umumnya jamur berkembang biak secara seksual dan aseksual.

Secara taksonomi kelompok ini masuk dalam kerajaan fungi dengan beberapa kelasnya. Jamur mempunyai bentuk tubuh mulai dari yang sederhana yaitu satu sel atau uniseluler, kemudian bentuk serat atau filamen, sampai dengan bentuk lengkap seperti halnya jaringan lengkap pada tanaman biasa. Dari bentuknya sering jamur dikenal sebagai kelompok kapang(jasad renik) dan kelompok mushroom (supa).

Dari sisi kehidupannya, jasad ini dikelompokkan ke dalam 2 kelompok. Kelompok pertama dikenal sebagai jasad yang saprofitis yaitu jasad yang hidup dari jasad lain yang sudah mati ataupun dari sisa zat buangan seperti misalnya pada timbunan sampah, tanaman atau hewan yang telah mati, bahan makanan yang disimpan. Kelompok kedua, dikenal sebagai jasad yang parasitis yaitu yang hidup menumpang pada jasad lain yang masih hidup. Kelompok yang terakhir ini sering menimbulkan kerugian seperti halnya penyebab berbagai penyakit kulit.

Melihat dari berbagai bentuk kehidupannya, maka tidak mengherankan bila jamur dapat hidup kapan saja dan di mana saja, selama tersedia substrat yang dibutuhkan dan lingkungan yang menunjang. Kehadirannya di dalam kehidupan kita juga sangat beragam, entah mendatangkan kerugian atau keuntungan baik secara langsung maupun tak langsung.

Salah satu keberadaan jamur di lingkungan kita yang terasa sangat menguntungkan adalah keberadaan dalam dunia pangan. Telah kita singgung di atas jamur dapat menjadi makanan lezat. Jamur juga dapat membantu kita dalam pengolahan pangan seperti dalam pembuatan wine, taoco, tempe, tape, kecap, keju, dan banyak lagi.

Kegunaan lain, jamur dapat menjadi bahan obat seperti pada pembuatan antibiotik. Jenis penisilin, misalnya. Dan orang indian telah menggunakan jamur sebagai alat pertahanannya yaitu dengan memanfaatkan racunnya.

Secara tak langsung keberadaan jamur juga menguntungkan karena membantu kita dalam pelapukkan bahan-bahan di alam yang tidak kita gunakan lagi sehingga dapat terjadi recycle di alam ini. Di sisi lain, jamur dapat menyebabkan penyakit kerusakan pangan atau keracunan. Karena itu dengan mengenalnya lebih baik, kita dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dan memperkecil kerugian yang mungkin ditimbulkan.

Jenis Jamur Pangan

Mengingat begitu banyaknya jenis jamur yang ada, kita batasi pengenalan kita pada jenis jamur yang dikonsumsi sebagai bahan pangan . Jamur pangan umumnya merupakan jamur lapang atau jamur saprofit yang tumbuh spontan di lapang atau alam terbuka pada bahan-bahan yang mengalami pelapukan.

Jamur pangan ini dahulu diperoleh dengan cara mengumpulkan jamur yang tumbuh liar spontan yang tumbuh liar pada musim-musim tertentu (lembap-musim hujan). Saat ini telah banyak di antaranya dibudidayakan untuk kepentingan komersial.

Jamur merang (volvariella), jamur agaricus (champignon), jamur kuping (auricularia), jamur bulan (gymnopus), shitake (lentinus), jamur tiram atau mutiara (pleuterotus), merupakan jamur-jamur pangan yang banyak dikenal. Mereka sering juga dikenal dengan beberapa nama lain seperti nama daerahnya. Sebagai contoh jamur merang atau paddy strow mushroom dikenal juga sebagai supa pare atau jajaban di Jabar. Jamur dami atau jamur kantung di Jateng atau kulat im bere atau im sere di Minahasa, kulat sagu atau kulat era di Maluku, dan banyak lagi. Demikian juga jamur tiram yang sering juga disebut sebagai jamur mutiara, jamur kayu, jamur shimeji, atau hiratake.

Untuk mengenal lebih baik jamur-jamur pangan ini, mari kita kupas lebih mendalam beberapa contoh jamur yang banyak kita temukan saat ini.

1. Shitake atau dikenal juga dengan nama Hoang-ko merupakan jamur yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Cita rasanya khas, terutama aromanya yang harum. Khasiatnya sangat oke, lo.

Jamur ini bertudung kecokelatan hingga cokelat gelap. Kadang berwarna merah kecokelatan dengan bintik-bintik putih di bagian atasnya. Diameter tudung antara 5-10 cm dengan tebal antara 2-6 cm. Tangkai berwarna putih kekuningan dan panjang 2-6 cm, dengan berat setiap jamur berkisar 10-30 gram. Jamur ini sangat terkenal di Jepang dan Cina.

Shitake mempunyai harga tinggi yang hanya dapat dikalahkan oleh jamur Black Truffles (Tuber melanosporum). Harganya sangat ditentukan oleh aroma yang dapat dihasilkan. Umumnya, jamur yang liar lebih mahal dibandingkan hasil budidaya karena cita rasanya yang yang dinilai lebih lengkap.

2. Jamur Tiram Putih adalah jamur yang hidup pada kayu-kayu lapuk, serbuk gergaji, limbah jerami, atau limbah kapas. Dinamakan jamur tiram karena mempunyai flavor dan tekstur yang mirip tiram yang berwarna putih.

Tubuh buah jamur ini menyerupai cangkang kerang, tudungnya halus, panjangnya 5-15 cm. Bila muda, berbentuk seperti kancing kemudian berkembang manjadi pipih. Ketika masih muda, warna tudungnya cokelat gelap kebiru-biruan. Tetapi segera menjadi cokelat pucat dan berubah menjadi putih bila telah dewasa. Tangkai sangat pendek berwarna putih.

Jamur ini sangat populer saat ini. Teksturnya lembut, penampilannya menarik, dan cita rasanya relatif netral sehingga mudah untuk dipadukan pada berbagai masakan. Budidayanya juga relatif mudah dan murah hingga sangat potensial dikomersialkan.

Selain jamur tiram putih ada pula beberapa jenis jamur tiram yang berbeda warna pada batang tubuh buahnya, yaitu P. flabellatus berwarna merah jambu, P. florida berwarna putih bersih, P. sajor caju berwarna kelabu dan P. cysridious berwarna kelabu.

3. Jamur Merang umumnya tumbuh pada merang atau jerami padi. Dapat dikatakan jamur populer ini menjadi pelopor popularitas jamur pangan di Indonesia. Jamur merang sangat dikenal masyarakat sejak dibudidayakan secara luas, sekitar dua dasa warsa yang lalu, terutama di Jawa barat.

Jamur merang banyak digunakan sebagai bahan baku pada berbagai masakan khas yang dikenal banyak kalangan di Indonesia sehingga timbul menu-menu baru yang khusus seperti mi ayam jamur, sup jamur merang, dan pepes jamur.

Tubuh jamur merang muda berwarna cokelat gelap sampai hitam dengan bentuk seperti telur. Tubuh jamur ini dilapisi sebuah selaput yang dinamakan selubung, yang sehari-hari dikenal sebagai kulit jamur. Ketika mulai tua, tudung akan mulai mengembang membentuk cawan. Diameter tudung jamur tua dapat mencapai 6.8 cm dengan warna putih keabu-abuan.

Sedangkan warna bilah-bilah di bawah tudung (lamella) mula-mula berwana putih kemudian menjadi merah muda seiring dengan pematangan spora. Jamur yang dikonsumsi umumnya adalah jamur yang muda, sebelum tudung berkembang.

4. Jamur Kuping merupakan jamur kayu yang paling lama dikenal sebagai jamur pangan. Siapa menolak kehadiran jamur ini pada kimlo atau tekwan? Jamur kuping disebut juga supa lember. Bentuknya seperti kuping, berwarna kecokelatan tua, banyak tumbuh liar bergerombol menempel pada pohon-pohon yang sudah mati, pohon tumbang, atau bahkan tumpukan kayu ,atau tiang-tiang pagar sekitar rumah.

Pada musim hujan, jamur ini dapat ditemukan dalam jumlah banyak hingga dapat berpikul-pikul dijual ke pasar. Saat ini jamur kuping telah banyak dibudidayakan seperti halnya pada daerah Wonosobo, yang setelah dikeringkan banyak diperdagangkan ke berbagai tempat di Indonesia.

Dikenal dua jenis jamur kuping, jamur kuping orang yahudi (A. auricula-judae) yang merupakan jenis jamur kuping yang paling umum di Indonesia, Malaysia, dan banyak lagi negara Asia lainnya. Jenis yang kedua disebut sebagai hed-bua (A. Polytricha) merupakan jenis yang banyak dibudidayakan di Cina, Thailand ,dan beberapa negara di kawasan Indocina lainnya.

Nilai Gizi & Manfaat

Jamur mempunyai nilai gizi tinggi terutama kandungan proteinnya (15-20 persen berat keringnya). Daya cernanya pun tinggi (34-89 persen). Sifat nutrisi (kelengkapan asam amino)yang dimiliki oleh jamur lebih menentukan mutu gizinya. Jamur segar umumnya mengandung 85-89 persen air. Kandungan lemak cukup rendah antara 1,08-9,4 persen (berat kering) terdiri dari asam lemak bebas mono ditriglieserida, sterol, dan phoshpolipida.

Karbohidrat terbesar dalam bentuk heksosan dan pentosan polimer karbohidrat dapat berupa glikogen, khitin dan sebuah polimer N-asetil glikosamin yang merupakan komponen struktural sel jamur. Khitin merupakan unsur utama serat jamur titam putih.

Jamur juga merupakan sumber vitamin antara lain thiamin, niacin, biotin dan asam askorbat. Vitamin A dan D jarang ditemukan pada jamur, namun dalam jamur tiram putih terdapat ergosterol yang merupakan prekursor vitamin D. Jamur umumnya kaya akan mineral terutama phosphor, mineral lain yang dikandung di antaranya kalsium dan zat besi.

Shitake juga dikenal sebagai bahan pangan yang mempunyai potensi sebagai obat. Jamur ini dilaporkan mempunyai potensi sebagai antitumor dan antivirus karena mengandung senyawa polisakaridayang dikenal dengan sebutan lentinan. Shitake juga dilaporkan dapat menurunkan kadar kolesterol darah dengan aktivitas eritadenin yang dimilikinya.

Kandungan asam glutamat pada shitake cukup tinggi. Asam amino tersebut berhubungan dengan cita rasa yang ditimbulkan sebagai penyedap makanan. Selain mempunyai kandungan asam glutamat yang tinggi, shitake juga mengandung 5 ribunukleotida dalam jumlah besar156,5 mg/100 gram.

Khusus untuk jamur kuping, di samping banyak sekali kegunaannya di dalam susunan menu makanan sehari-hari yakni sebagai pengganti daging, sebagai sayuran, dan sebagai "bahan pengental" (karena mempunyai lendir), juga mempunyai fungsi lain sebagai bahan penetral. Di dalam menu orang Tionghoa sejak dulu kala hingga saat ini, masih ada kepercayaan bahwa lendir pada jamur kuping dapat berkhasiat untuk menetralkan senyawa berbahaya yang terdapat dalam makanan. Karena itu, tidak heran pada jenis makanan yang terdiri dari banyak bahan pangan, selalu ditambahkan jamur kuping. Tujuannya, menetralkan racun jika ada dalam salah satu bahan tadi.

Jamur merang juga merupakan sumber dari beberapa macam enzim terutama tripsin yang berperan penting untuk membantu proses pencernaan. Jamur merang dapat juga dijadikan sebagai makanan pelindung karena kandungan vitamin B-kompleks yang lengkap termasuk riboflavin serta memiliki asam amino esensial yang cukup lengkap.

Penanganan & Pengolahan

Jamur termasuk bahan pangan yang mudah rusak. Beberapa hari setelah pemanenan, jamur akan mengalami perubahan-perubahan sehingga tidak dapat diterima lagi sebagai bahan pangan. Perubahan yang segera dapat dilihat pada jamur setelah dipanen adalah kelayuan, warna menjadi cokelat, tekstur mejadi lunak, aroma dan flavor berubah.

Kerusakan jamur merang ditandai dengan terjadinya pewarnaan cokelat pada permukaanya. Daya awet jamur dapat diperpanjang dengan perlakuan suhu rendah pada saat penyimpanan (kurang 15 derajat celsius). Tergantung pada spesies, daya awet jamur dapat berkisar antara satu hari hingga dua minggu. Pada suhu rendah dan di dalam kemasan plastik polypropilen, jamur tiram putih dapat tahan sampai tiga hari.

Penanganan jangka panjang dapat dilakukan pengawetan dengan pengeringan, pengalengan, dan dibuat pikel. Yang paling banyak dilakukan pengeringan. Pengeringan dengan pengeringan beku akan memberikan hasil terbaik. Namun sayang tetap belum ditemukan cara pengolahan yang dapat menjaga kualitas jamur seperti halnya pada jamur segar.

Penanganan jamur harus berhati-hati. Jamur yang tak beracun bila dibiarkan busuk akan ditumbuhi jenis-jenis bakteri penghasil racun seperti Clostridium, Pseudomonos, dan Salmonella.

Jamur Berbahaya

Berburu jamur liar amat menggembirakan. Bagi orang yang sudah paham betul jenis jamur, menemukan pertumbuhan jamur di lapangan sama seperti mendapatkan durian runtuh. Tetapi jangan coba-coba bagi mereka yang belum mengenal dan terbiasa. Salah-salah rumah sakit taruhannya.

Terus-terang hingga kini masih sangat sulit untuk membedakan jamur yang beracun dan tidak, hanya berdasarkan bentuk, sifat, dan keadaannya. Walau demikian, ada beberapa ketentuan yang sejauh ini dapat dijadikan pegangan. Walau tetap tak seratus persen benar.

Warnanya mencolok seperti merah darah, hitam legam, atau biru tua. Namun bukan tak ada jamur beracun yang berwarna kuning muda atau putih.

1. Baunya menusuk hidung seperti bau telur busuk dan amoniak.

2. Mempunyai cincin atau cawan. Tetapi khusus untuk beberapa jamur seperti jamur merang juga mempunyai cawan, jamur campignon pun mempunyai cincin, tetapi tak berbahaya.

3. Tumbuh pada tempat-tempat kotor.

4. Bila dikerat pisau (bisa pisau perak atau pisau biasa) membuat pisau karatan. Begitu juga bila ditempelkan pada benda perak akan membentuk warna hitam atau biru.

5. Berubah warna dengan cepat pada waktu pemanasan dan pemasakan

. Kalau Beracun

Senyawa beracun yang umumnya terdapat pada jamur antara lain adalah kholin. Racun ini paling berbahaya dan mematikan. Ada juga muskarin, galin, atropin jamur, dan asam hevelar. Tiap racun menimbulkan gejala yang berbeda.

Keracunan akibat muskarin terlihat setelah 5-10 menit. Akan keluar air mata, peluh, dan air liur. Pupil mata akan menyempit, napas akan terasa sesak, pusing, lemah, pingsan, dan koma. Selanjutnya gejala tadi akan diikuti kejang-kejang sampai akhirnya meninggal. Gejala oleh racun lain akan timbul setelah 4 - 6 jam seperti timbulnya rasa harus berlebihan, sakit perut hebat, muntah-muntah, dan mencret. Lama-kelamaan akan shock dan akhirnya menimbulkan kematian.

Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, sebaiknya sebelum mengkonsumsi jamur yang tak dikenal, tanyakan dahulu pada penduduk lokal yang lebih mengetahui kondisi daerahnya. Bila terlihat tanda keracunan, berikan obat penawar dan secepatnya konsultasikan pada dokter.

Jika Makanan Dihinggapi Jamur

Jamur yang hinggap dalam masakan atau makanan, biasanya terlihat dipermukaan. Haruskah dibuang? Cukupkah hanya membuang bagian yang berjamur?

Bahan makanan yang berjamur merupakan tanda di dalamnya sudah ditumbuhi jenis jamur tertentu. Kriteria pertimbangan ini bisa Anda jadikan pegangan.

Jenis makanan

Pada jenis makanan yang merupakan hasil fermentasi, pertumbuhan kapang bukan masalah selama tidak ada penyimpangan baru, rasa, dan warna. Jenis makanan lain, harus diwaspadai bila ada pertumbuhan.

1. Warna jamur
Pada umumnya warna koloni jenis-jenis kapang penghasil toksin adalah kuning, hijau, biru, cokelat, atau merah.

2. Perubahan warna, volume, berat, dan rasa yang cenderung jadi pahit dan kurang sedap, berarti makanan tersebut membahayakan.

3. Jangan berikan kepada hewan, khususnya hewan yang akan dikonsumsi dagingnya karena mikotoksin (racun jamur) akan terus tertinggal.

4. Menumbuhkan rasa curiga sedini mungkin. Anggaplah makanan berjamur dapat membahayakan hingga kita tidak gegabah.

Bawa ke laboratorium untuk pemeriksaan, terutama bila melibatkan produk pangan dalam jumlah besar untuk menghindari kerugian.

Dialypetale(Taksonomi Tumbuhan Tinggi)

Parietales

Terna atau tumbuhan berkayu dengan daun-daun yang berhadapan atau tersebar, kebanyakan mempunyai daun penumpu. Bunga sebagian besar banci, mempunyai kelopak dan mahkota yang berbilangan 5. benang sari sama banyaknya dengan jumlah daun mahkota atau lebih banyak. Bakal buah kebanyakan menumpang, kadang-kadang tenggelam, biasanya beruang 1 dengan 3 papan biji pada dindingnya, kadang-kadang beruang lebih dari 1(Campbell,2003).

Ordo : Passifloraceae. Pohon atau semak-semak berkayu, banyak pula berupa tumbuhan memanjat yang menggunakan sulur-sulur dahan yang muncul dari ketiak-ketiak daunya. Daun tunggal, biasanya berlekuk menjari, jarang menyirip. Seringkali mempunyai kelenjar pada tangkai daunya, duduknya tersebar, kebanyakan mempunyai daun penumpu yang kecil dan lekas gugur. Bunga banci, aktinomorf, kadang-kadang berkelamin tunggal. Daun kelopak 5, tidak gugur, bebas atau sebagian berlekatan. Daun mahkota juga 5, bebas atau sedikit berlekatan. Disamping mahkota terdapat mahkota tambahan terdiri atas badan-badan seperti tangkai sari atau sisik-sisik atau seperti cincin yang tersusun dalam 2 lingkaran atau lebih. Benang sari 5 samapai banyak, berlekatan pendek atau berbekas, seringkali muncul dari ginofor. Putik dengan bakal buah yang seringkali duduk diatas ginofor, mempunyai 35 tangkai putik yang bebas atau berlekatan dengan kepala putik berbentuk bongkol. Bakal biji banyak, pada 35 tembuni yang terdapat pada dinding bakal buah, masing-masing dengan 2 integumen. Buahnya berupa buah kendaga atau buah buni, tidak membuka atau membuka dengan membelah ruang melalui 3 katup. Biji dengan kulit biji bernoktah diselubungi salut biji yang berdaging, mempunyai endosperm dengan lembaga yang lurus dan besar(Tjitrosoepomo,2004).

Ordo : Caricaceae. Semak atau pohon kecil yang batangnya tidak berkayu, daun tunggal berbagi atau majemuk menjari, duduknya tersebar menurut rumus 3/8 biasanya terkumpul pada ujung batang atau cabang, tanpa daun penumpu. Bunga banci atau berkelamin tunggal, aktinomorf, poligam, mempunyai dasar bunga yang berbentuk seperti lonceng. Kelopak berlekuk 5 atau bertepi rata. Daun mahkota 5, pada bunga berlekatan, pada bunga berlekatan menjadi buluh yang pendek atau bebas. Benang sari 10, tertanam pada mahkotanya, tangkai sari bebas atau berlekatan pada pangkalnya, pada bunga dengan rudimen putik atau tidak ada. Pada bunga tidak terdapat rudimen benang sari atau staminodium, putik dengan tangkai putik pendek, bebas atau tanpa tangkai putik, bakal buah menumpang, beruang 1 atau beruang terbagi menjadi 5 ruang oleh sekat-sekat semu. Bakal biji banyak pada 35 tembuni yang terdapat pada dinding bakal buah, masing-masing dengan 2 integumen. Buahnya buah buni dengan daging buah yang tebal dan lunak. Biji dengan endosperm dan lembaga yang lurus(Tjitrosoepomo,2004).

Suku ini mencakup 45 jenis, terbagi dalam 4 marga yang paling terkenal ialah : Carica : C.papaya (papaya). Banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan. Selain lezat dan segar, banyak makan buah papaya memudahkan buang air besar(Tjitrosoepomo,2004).

Ordo : Bixaceae. Pohon atau perdu, daun tunggal bertulang daun menjari yang menjari yang duduknya tersebar, mempunyai daun penumpu. Bunga besar membentuk rangkaian berupa malai, banci, aktinomorf. Daun kelopak 5, daun mahkota 5, benang sarui banyak. Bakal buah menumpang, beruang 1 dengan 2 tembuni pada dindingnya, pada tiap tembuni terdapat banyak bakal biji, masing-masing dengan 2 integumen, tangkai putik 1. buahnya buah kendaga, membuka dengan 2 katup diantara tembuni. Biji dengan kulit luar berdaging berwarna merah, mempunyai endosperm, lembaga besar dengan daun lembaga yang lebar dan melengkung pada ujungnya(Tjitrosoepomo,2004).

Ordo ini hanya terdiri atas 1 suku Bixa yang monotipik, asli Amerika tropik. Bixa orellana, sering dipiara sebagai tanaman hias, dari bijinya diperoleh zat warna merah (kesumba) yang antara lain berguna untuk mewarnai bahan makanan (mentega, keju). Daunnya (“folia bixae”) berguna dalam obat-obatan(Tjitrosoepomo,2004).

Guttiferales

Sebagian besar berupa semak, perdu, atau pohon dengan batang berkayu, daun tunggal berhadapan, dengan atau tanpa daun penumpu. Bunga hampir selalu banci, dengan kelopak dan daun-daun mahkota yang bebas, kebanyakan berbilangan 5. benang sari sama banyaknya dengan jumlah daun mahkota, jika lebih berbekas. Putik dengan bakal buah yang menumpang. Apokarp atau sinkarp, jika sinkarp hanya beruang 1 dengan tembuni pada dindingnya, biasanya beruang lebih dari 1 dengan tembuni di pusat dalam sudut-sudut ruangan. Biji dengan endosperm yang tidak mengandung zat tepung(Campbell,2003).

Dari segi anatomi terdapat sifat-sifat yang khas, yaitu adanya sel-sel spikula (sel-sel yang mengandung badan-badan seperti paku atau jarum-jarum kecil) dalam daging daunnya dan terdapatnya saluran-saluran atau rongga-rongga yang berisi resin terutama dalam kulit batang(Tjitrosoepomo,2004).

Ordo : Guttiferae. Kebanyakan berupa pohon, jarang berupa terna, mempunyai saluran resin atau kelenjar-kelanjar minyak, yang duduknya umumnya berhadapan dengan atau tanpa daun penumpu. Bunga banci berkelamin tunggal, aktonomorf. Kelopak dan mahkota mempunyai susunan dan letak yang amat bervariasi, daun kelopak 26, daun mahkota sama banyaknya dengan daun kelopak, benang sari banyak, poliadelf (berbekas-bekas) dan sebagian bersifat staminodial (mandul). Bakal buah menumpang, beruang 1→15, kebanyakan beruang 35, bakal biji banyak, masing-masing dengan 2 integumen. Buah dengan bentuk dan struktur yang bermacam-macam, bila masak membuka atau tidak, biji tanpa endosperm, seringkali bersalut, lembaga besar(Tjitrosoepomo,2004).

Malvales

Warga Malvales disebut juga Columniferae, mempunyai sebagai ciri khasnya terdapat “columna”, yaitu bagian bunganya yang terdiri atas perlekatan bagian bawah bawah tangkai sarinya membentuk badan yang menyelubungi putik dan bagian pangkalnya berlekatan dengan pangkal daun-daun mahkota, sehingga bila mahkota bunga ditarik keseluruhannya akan terlepas dari bunga bersama-sama dengan benang-benang sari dengan meninggalkan kelopak dan bakal buah saja. Tumbuhan yang tergolong dalam bangsa ini kebanyakan berupa semak atau pohon, ada pula yang merupakan terna yang annual. Daun tunggal, tersebar, mempunyai daun penumpu. Bunga umumnya banci, aktinomorf, berbilangan 5, dengan daun-daun kelopak yang berkatup dan daun-daun mahkota seperti sirap atau genting. Benang sari banyak, tersusun dalam 2 lingkaran, yang lingkaran luar seringkali tereduksi, yang di lingkaran dalam membentuk “columna”. Bakal buah menumpang, beruang 2banyak, dalam tiap ruang terdapat 1banyak bakal biji yang tegak, masing-masing dengan 2 integumen. Pada bagian-bagian tertentu seperti daun dan kulit batang terdapat sel-sel atau saluran-saluran lendir, dan diluar sering terdapat rambut-rambut berbentuk bintang(Kimball,1983).

Ordo : Tiliaceae, kebanyakan berupa tumbuhan berkayu, jarang berupa terna. Daun tunggal kadang-kadang berlekuk, mempunyai daun penumpu, duduknya tersebar. Bunga banci, jarang berkelamin tunggal, aktinomorf. Daun kelopak 45, bebas atau berlekatan, tersusun seperti katup. Daun mahkota juga 45, kebanyakan bebas dengan dengan susunan seperti katup, kadang-kadang tidak terdapat. Benang sari umumnya banyak atau 2 x jumlah daun mahkota, tidak berlekatan, tetapi sering tersusun dalam 510 berkas. Bakal buah menumpang, terdiri atas 2 banyak raung, tiap ruang dengan 1banyak bakal biji, jarang beruang dengan tembuni pada dinding. Kadang-kadang bunga mempunyai pendukung putik dan benang sari (androginofor). Buah mempunyai beberapa ruang, menyerupai buah kendaga, kadang-kadang terbagi dalam beberapa bagian yang kemudian terpisah-pisah, kadang-kadang berupa buah keras dengan 1 biji. Biji mempunyai endosperm, lembaga biasanya lurus(Tjitrosoepomo,2004).

Ordo : Bombacaceae. Warga suku ini hampir selalu berupa pohon-pohon yang dapat menjadi tinggi besar, mempunyai sisik-sisik atau rambut-rambut bintang, daun tunggal atau majemuk menjari, duduknya tersebar dengan daun penumpu. Bunga kadang-kadang besar dengan warna yang menarik, banci, aktinomorf. Daun kelopak 45, biasanya berlekatan , dalam kuncup tersusun seperti katup. Daun mahkota 5 tersusun seperti genting dan dalam kuncup seperti terpilin ke satu arah. Benang sari sama banyaknya dengan jumlah daun mahkota dan duduk berhadapan dengan daun-daun mahkota, kebanyakan lebih banyak, dapat sampai banayak sekali. Bila jumlahnya besar seringkali berlekatan membentuk buluh atau tersusun dalam berkas-berkas. Kepala sari beruang 12 atau lebih, serbuk sari dengan permukaan yang licin. Bakal buah menumpang sampai setengah tenggelam, beruang 25, tiap ruang berisi 2banyak bakal biji. Buahnya buah kendaga, seringkali pecah dengan membelah ruang, sisi dalam kulitnya sering berambut. Biji dengan atau tanpa endosperm, sering bersalut(Tjitrosoepomo,2004).

Ordo : Malvaceae. Terna atau semak-semak, jarang berupa pohon. Seringkali dengan batang yang mempunyai serabut-serabut kulit, serta penutup permukaan organ-organ tertentu yang berupa rambut-rambut bintang atau sisik-sisik. Daun tunggal, bertepi rata atau berlekuk beraneka ragam, kebanyakan bertulang menjari, duduknya tersebar, mempunyai daun penumpu. Bunga besar, banci, aktinomorf, daun kelopak 45, sedikit banyak berlekatan, dengan susunan seperti katup. Disamping itu seringkali terdapat kelopak tambahan, daun mahkota 5, bebas satu sama lain, tetapi pada pangkal sering berlekatan dengan buluh (“columna”) yang merupakan perlekatan tangkai-tangkai sarinya, letaknya seperti genting. Benang sari banyak dengan tangkai sari yang berlekatan membentuk suatu kolom yang berongga menyelubungi putik dan pada bagian atas terbagi-bagi dalam cabang-cabang yang masing-masing mendukung kepala sari yang hanya beruang 1 dan membuka dengan celah yang membujur, serbuk sari dengan permukaan berbenjol-benjol. Bakal buah menumpang, beruang 2 atau beruang banyak, seringkali beruang 5 dengan 1 sampai banyak bakal biji, tangkai putik sama banyaknya dengan jumlah ruang dalam bakal buah atau 2x jumlah ruang. Buahnya buah kendaga atau buah berbelah(Tjitrosoepomo,2004).

Liliales(Taksonomi Tumbuhan Tinggi)

Liliiflorae (Liliales)

Kebanyakan berupa terna perenial, mempunyai rimpang, umbi sisik, atau umbi lapis, kadang-kadang juga berupa semak atau perdu, bahkan berupa pohon, ada pula yang merupakan tumbuhan memanjat. Daun tersebar pada batang atau merupakan rozet akar. Bunga banci, atau karena adanya reduksi salah satu alat kelaminnya menjadi berkelamin tunggal, aktinomorf atau zigomorf, biasanya tersusun dalam rangkaian yang bersifat rasemos. Hiasan bunga berupa tenda bunga berbilangan 3 yang tersusun dalam 2 lingkaran, menyerupai mahkota, kadang-kadang seperti kelopak, tetapi jarang dapat dibedakan dalam kelopak dan mahkota. Benang sari biasanya 6, dalam 2 lingkaran, lingkaranyang dalam seringkali tidak ada. Bakal buah menumpang atau tenggelam. Kebanyakan beruang 3 dengan bakal biji yang anatrop. Buahnya buah kendaga atau buah buni. Biji dengan endosperm berdaging atau seperti tanduk. Warga bangsa Liliales mempunyai daerah distribusi yang sangat luas, meliputi semua daerah beriklim sedang dan beriklim tropika, sebagian kecil di daerah-daerah iklim panas(Tjitrosoepomo,2004).

Suku : Liliaceae. Terna dengan rimpang atau umbi lapis, kadang-kadang semak tau perdu berupa tumbuhan memanjat. Daun tunggal, tersebar pada batang atau terkumpul sebagai rozet akar, ada kalanya tereduksi dan cabang-cabang berubah menjadi kladodium(Tjitrosoepomo,2004).

Bunga kecil sampai sangat besar dan amat menarik, kebanyakan banci, aktinomorf atau sedikit zigomorf. Hiasan bunga berupa tenda bunga yang menyerupai mahkota dengan atau tanpapelekatan berupa buluh, terdiri atas 6 daun tenda bunga, jarang hanya 4 atau lebih dari 6, kebanyakan jelas tersusun dalam 2 lingkaran. Benang sari 6, jarang sampai 12 atau hanya 3, berhadapan dengan daun-daun tenda bunga. Tangkai sari bebas atau berlekatan dengan berbagai cara. Kepala sari beruang 2, membuka dengan celah membujur, jarang dengan suatu liang pada ujungnya. Bakal buah menumpang atau setengah tenggelam, kebanyakan beruang 3, dengan tembuni di sudut-sudut ruang. Buahnya buah kendaga tau buah buni. Biji dengan banyak sekali endsoperm. Lembaga lurus atau bengkok(Tjitrosoepomo,2004).

Suku ini ditaksir meliputi sampai 4.000 jenis tumbuhan, terbagi dalam 240 marga yang dikelompokkan lagi dalam ± 12 anak suku. Daerah distribusinya meliputi seluruh dunia(Tjitrosoepomo,2004).

Suku : Amaryllidaceae. Terna dengan umbi lapis atau umbi sisik, jarang dengan rimpang, atau batang di atas tanah yang nyata. Daun pipih panjang, kadang-kadang dengan jaringan air dan tepi serta ujung berduri, tersusun sebagai rozet akar ataupun rozet batang, kadang-kadang bertunggangan dalam dua baris(Tjitrosoepomo,2004).

Bunga banci, amat menarik baik karena warna, bentuk, maupun ukurannya, tersusun sebagai payung atau tandan, kadang-kadang terpisah pada ujung tangkai yang tidak berdaun dan dibawah hiasan bunga mempunyai daun-daun pembalut yang tipis seperti selaput. Hiasan bunga berupa tenda bunga menyerupai mahkota yang tersusun dalam 2 laingkaran, aktinomorf atau zogomorf. Benang sari 6, pangkal tangkai sering berlekatan membentuk semacam mahkota tambahan. Bakal buah tenggelam, jarang setengah tenggelam atau menumpang, kebanyakan beruang 3 dengan tembuni di sudut-sudutnya, tiap ruang berisi banyak bakal biji. Tangkai putik 1 dengan 3 kepala putik atau 1 kepala putik berlekuk 3(Tjitrosoepomo,2004).

Buahnya buah kendaga atau buah buni. Biji dengan endosperm yang berdaging, lembaga pipih, kadang-kadang bersayap. Bila dilihat secara sepintas, lebih-lebih bunga yang aktinomorf, dalam banyak hal sangat mirip dengan bunga Liliaceae, kecuali bahwa pada Amaryllidaceae bakal buahnya tenggelam. Itulah sebabnya banyak jenis tumbuhan yang tergolong dalam suku ini yang oleh orang jarang diberi nama pula lilia (misalnya lilia api = bunga amaril). Suku ini membawahi sekitar 100-an marga, seluruhnya meliputi 1.400-an jenis yang tersebar di seluruh dunia(Tjitrosoepomo,2004).

Cyperales

Cyperales hanya terdiri atas 1 suku, yaitu Cyperaceae, yang warganya dapat dikenal berdasar ciri-ciri berikut : pada umumnya berupa terna perenial yang menyukai habitat yang lembab, berpayapaya atau berair, jarang berupa terna annual, seringkali berumpun. Dalam tanah terdapat rimpang yang merayap atau badan-badan seperti umbi dengan geragih yang merupakan alat perkembang biakan vegetatif. Batang segitiga, tidak berongga, dibawah rangkaian bunga biasanya tidak bercabang. Daun bangun pita, bertulang sejajar dengan upih yang tertutup, tanpa atau jarang mempunyai lidah-lidah, jarang tereduksi, biasanya tersusun, sebagai rozet akar(Tjitrosoepomo,2004).

Bunga kecil, tidak menarik, banci atau berkelamin tunggal dan berumah 1, jarang berumah 2, tersusun dalam bulir-bulir dengan bunga-bunga yang terdapat dalam ketiak suatu daun pelindung, daun-daun pelindung biasanya teratur dalam 2 deretan atau mengikuti suatu garis spiral. Bulir-bulir kecil tersusun dalam rangkaian yang biasanya berbentuk payung atau payung berganda, ada pula yang berbentuk malai, jarang berupa bulir berganda(Tjitrosoepomo,2004).

Bunga majemuk biasanya mempunyai 1 atau beberapa daun pembalut yang mirip dengan daun-daun biasa pada pangkalnya. Hiasan bunga tereduksi menjadi sisik-sisik , sekat atau rambut-rambut, jarang mempunyai mahkota, sering tidak terdapat. Benang sari 3 atau kurang dari 3, jarang lebih sampai banyak, tangkai sari bebas, kepala sari beruang 2, membuka dengan celah membujur. Bakal buah menumpang, beruang 1 dengan 1 bakal biji yang anatrop pada dasarnya. Tangkai putik bercabang 23 atau bergigi 2→3. Buahnya buah keras yang berisi 1 biji, yang semula mempunyai tangkai putik berlekuk 2 mempunyai 2 sisi, yang semula mempunyai tangkai putik berlekuk 3 mempunyai 3 sisi. Biji dengan lembaga yang kecil, dan endosperm bertepung sangat banyak(Campbell, 2003).

Cyperus. Herba menahun, tinggi 0,1-0,8 m. batang tumpul sampai persegi tiga tajam. Daun 4-10 berjejal pada pangkal batang, dengan pelepah daun yang tertutup tanah, helaian daun berbentuk garis, dari atas hijau tau mengkilat, 10-60 kali 0,2-0,6 cm. anak bulir terkumpul menjadi bulir yang pendek dan tipis, dan keseluruhan terkumpul lagi menjadi berbentuk panjang. Daun membalut 3-4, tepi kasar, tidak merata. Jari-jari payung 6-9, pangkal tertutup oleh daun pelindung yang berbentuk tabung, yang terpanjang 3-10 cm, yang ternesar sekali lagi bercabang. Anak bulir 3-10 terkumpul lagi dalam bulir, duduk, berbentuk garis, sangat gepeng, coklat, panjang 1-3 cm, lebar lk 2 mm, berbunga 10-40.. sekam dengan punggung hijau dan sisi coklat, panjang lk 3 mm. benang sari 3, kepala asri kuning cerah. Tangkai putik bercabang 3. buah memanjang sampai bulat telut terbalik(Steenis,1992).

Cyperaceae merupakan suatu suku dengan warga yang besar jumlahnya, semuanya melebihi 3.000 jenis, terbagi dalam lebih dari 80 marga. Distribusinya meliputi seluruh dunia, melimpah-limpah di daerah sekitar kutub dan daerah-daerah iklim sedang, baik belahan bumi utara maupun selatan(Tjitrosoepomo,2004).

Poales (Glumiflorae)

Bangsa Poales hanya terdiri atas satu suku, yaitu Poaceae atau Graminae yang warganya berupa terna annual atau perenial, kadang-kadang berupa semak atau pohon yang tinggi. Batang dengan posisi yang bermacam-macam, ada yang tegak lurus, ada yang tumbuh serong ke atas, ada yang berbaring atau merayap, kdang-kadang dengan rimpang di dalam tanah. Bentuk batang kebanyakan seperti silinder panjang, jelas berbuku-buku dan beruas-ruas, ruas-ruas berongga, bersekat pada buku-bukunya. Daun kebanyakan bangun pita, panjang, bertulang sejajar, tersusun sebagai rozet akar atau berseling dalam 2 baris pada batang, umumnya terdiri atas helaian, upih, dan lidah-lidah, jarang antara helaian dan upih terdapat tangkai(Tjitrosoepomo,2004).

Bunga umumnya banci, kadang-kadang berkelamin tunggal , kecil, dan tidak menarik. Tiap bunga terdapat dalam ketiak daun pelindung yang pada suku ini disebut “palea superior”, terdiri atas 2 daun kelopak berlekatan, berhadapan dengan palea inferior, mahkota terdiri atas 2 daun mahkota (jarang 3), yang telah berubah menjadi badan seperti sisik kecil dan dapat membengkak dan dinamakan “Lodicula”. Benang sari 1→6, jarang lebih, biasanya 3, tangkai sari halus, kepala sari beruang 2 , biasanya membuka dengan celah membujur. Bunga demikian itu disebut bunga semu (“Floret”) yang terpisah-pisah atau bersama dengan floret lain, tersusun dalam 2 baris pada suatu tangkai, membentuk suatu bulir kecil yang pada pangkalnya mempunyai 2 daun pelindung tanpa bunga dalam ketiaknya yang disebut “Gluma” (Campbell, 2003).

Satu floret atau lebih dengan gluma membentuk suatu bulir kecil, yang terangkai dalam bunga majemuk berganda dengan berbagai ragam susunan, malai, tandan, atau bulir. Dalam setiap floret bakal buahnya menumpang, beruang 1 dengan bakal biji anatrop yang seringkali menempel pada sisi daun buah yang menghadap sumbu. Tangkai putik biasanya 2, jarang hanya 1 atau 3, kepala putik seperti bulu(Tjitrosoepomo,2004).

Buah biasanya berupa buah padi (“Caryopsis”), yaitu buah dengan 1 biji yang bijinya berlekatan dengan kulit buah, jarang berupa buah buni atau buah keras. Biji dengan endosperm, lembaga terdapat pada sisi yang jauh dari sumbuh(Tjitrosoepomo,2004).

Oryza. Rumput berumpun kuat, berumur 1 tahun, dari luas keluar banyaknya batang yang berakar, tinggi 1,5-2 cm. lidah tumbuh kuat, panjang 1-4 mm, bercangap 2. helaian daun berbentuk garis, panjang 15-80 cm, kebanyakan dengan tepi kasar. Malai panjang 15-40 cm, tumbuh ke atas akhirnya ujungnya menggantung. Cabang malai kasar. Anak bulir sangat aneka ragam, tidak berjarum, berjarum pendek atau pendek, berjarum licin atau kasar, hijau atau coklat, gundul atau berambut; panjang 7-10 mm, lebar lk 3 mm. pada waktu masak buah kuning rontok atau tidak. Buah berbeda, kadang-kadang kaya pati, kadang-kadang kaya perekat(ketan). Dipelihara tau liar ; kebanyakan di tempat yang basah atau rawa(Steenis,1992).

Suku ini merupakan suku terbear (bila dilihat dari jumlah jenis tumbuhan yang menjadi warganya), meliputi lebih dari 4.000 jenis, terbagi dalam lebih dari 400 marga, distribusinya meliputi seluruh dunia (Tjitrosoepomo,2004).

Sympetalae(Taksonomi Tumbuhan Tinggi)

Dicotyledoneae dapat dibedakan dalam 3 anak kelas : Monochlamydae (Apetalae), Dialypetale, dan Sympetalae. Yang perbedaannya terletak dalam ada dan tidaknya daun-daun mahkota (petalae) dan bagaimana susunan daun-daun mahkota tersebut. Sementara ahli hanya membedakan 2 anak kelas saja yaitu :

1) Choripetalae yang meliputi Apetalae dan Dialypetalae.

2) Sympetalae.(Kimball,1983).

Sympetalae. Tumbuhan yang tergolong dalam anak kelas ini mempunyai ciri utama adanya bunga dengan hiasan bunga yang lengkap terdiri atas kelopak dan mahkota, dengan daun-daun mahkota yang berlekatan menjadi satu

Ligostrales

Bangsa ini hanya membawahi 1 suku saja, yaitu Oleaceae yang mempunyai ciri-ciri berikut : kebanyakan perdu atau pohon, jarang berupa semak atau terna, seringkali memanjat. Daun tunggal atau menyirip, duduk berhadapan atau berkarang, tanpa daun penumpu. Bunga banci atau berkelamin tunggal, aktinomorf, tersusun dalam bunga majemuk berganda yang bersifat simos atau rasemos. Kelopak bergigi 415, mahkota mempunyai 46 taju-taju, kadang-kadang mahkota tidak terdapat(Tjitrosoepomo,2004).

Benang sari 2, melekat pada mahkota atau hipogin, tangkai sari pendek, kepala sari besar mempunyai 2 ruang sari. Bakal buah menumpang , beruang 2, tiap ruang berisi 2 bakal biji, kadang-kadang 18. tangkai putik 1(Tjitrosoepomo,2004).

Buahnya buah kendaga yang pecah dengan membelah ruang. Kadang-kadang berupa buah buni atau buah batu, berisi 1beberapa biji. Biji biasanya mempunyai endsoperm, lembaga lurus, akar lembaga tersembunyi dalam pangkal daun lembaga(Tjitrosoepomo,2004).

Jumlah jenis tumbuhan yang tergolong dalam suku ini mendekati angka 400-an, terbagi dalam 25 marga. Distribusinya meliputi daerah-daerah iklim panas sampai daerah iklim sedang(Tjitrosoepomo,2004).

Apocynales

Terna, semak atau pohon, kayunya seringkali mempunyai floem infraxiler, dengan daun tunggal yang duduk berhadapan atau berkarang, kebanyakan tanpa daun penumpu. Bunga banci, jarang berkelamin tunggal, aktinomorf, berbilangan 45, dengan daun-daun mahkota yang berlekatan dan dalam kuncup seperti terpuntir ke satu arah. Benang sari sama banyaknya dengan taju-taju mahkota, dan berseling dengan taju-taju tersebut(Tjitrosoepomo,2004).

Bakal buah menumpang, jarang setengah tenggelam, kebanyakan beruang 2 jarang hanya 1, tembuni pada dinding. Ada kalanya terdapat 2 bakal buah yang menjadi satu karena pelekatan tangkai putiknya. Tiap ruang berisi sedikit sampai banyak bakal biji, masing-masing dengan 1 integumen. Biji sering bersayap atau berambut dengan endsoperm yang terbentuk secara nuklear, lembaga lurus(Tjitrosoepomo,2004).

Suku : Apocynaceae. Terna atau tumbuhan berkayu berupa semak, ruas, seringkali memanjat, dengan daun tunggal yang duduk berhadapan atau berkarang, tanpa daun penumpu. Bunga banci, aktinomorf, berbilangan 5, jarang berbilangan 4. kelopak berbagi dalam, daun mahkota berlekatan membentuk buluh yang relatif panjang dengan diatas taju-taju yang dalam kuncup terpuntir ke satu arah(Tjitrosoepomo,2004).

Benang sari sebagian berlekatan dengan buluh mahkota, berseling dengan taju-taju mahkota, kepala sari panjang bangun anak panah dan penghubung ruang sari yang runcing. Bakal buah menumpang atau setengah tenggelam, beruang 1 dengan 2 tembuni pada dinding, ada kalanya bakal buah beruang 2, atau terdapat 2 bakal buah yang tangkai putiknya berlekatan, dengan banyak bakal biji(Tjitrosoepomo,2004).

Bakal buah dikelilingi cakram yang berlekuk 45 atau berbelah 2. tangkai putik 1 dengan penebalan dekat kepala putiknya. Buahnya buah buni, buah kurung atau serupa buah batu. Biji sering bersayap atau berambut, mempunyai endosperm sedikit atau tanpa endsoperm, lembaga besar, lurus(Tjitrosoepomo,2004).

Suku ini membawahi kurang lebih 175 marga, seluruhnya meliputi sekitar 1.000 jenis yang tersebar di daerah tropika(Tjitrosoepomo,2004).

Solanales

Suatu bangsa yang besar, terutama terdiri atas terna, jarang berupa tumbuhan berkayu, daun tunggal, jarang majemuk, duduknya tersebar atau berhadapan, tanpa daun penumpu. Bunga banci, aktinomorf atau lebih sering zigomorf, dengan kelopak dan mahkota yang berlekatan, kebanyakan berbilangan 5, benang sari dalam 1 lingkaran, berhadapan dengan daun-daun kelopak, dalam bunga yang zigomorf jumlah benang sari berkurang karena ada reduksi. Bakal buah sebagian besar beruang 2, kadang-kadang beruang 1, tiap ruang dengan 2 tembuni, menumpang, jarang setengah tenggelam. Tiap ruang berisi 1banayk bakal biji, masing-masing dengan 1 integumen(Tjitrosoepomo,2004).

Suku : Solanaceae. Terna, semak, atau perdu, kadang-kadang berupa pohon, daun tunggal, berlekuk atau berbagi sampai majemuk, duduknya tersebar, karena pergeseran letak buku-buku kadang-kadang hampir berpasangan, tanpa daun penumpu. Bunga banci, aktinomorf atau zigomorf, kebanyakan berbilangan 5. kelopak terdiri atas daun-daun kelopak yang berlekatan, demikian pula mahkotanya yang berbentuk bintang, terompet atau corong(Tjitrosoepomo,2004).

Benang sari 5, dalam bunga yang zigomorf 1 diantaranya mandul, semuanya tertanam pada mahkota. Bakal buah menumpang, beruang 2 dengan sekat miring terhadap bidang median, kadang-kadang beruang lebih banyak, tiap ruang berisi banyak bakal biji. Tangkai putik 1. buahnya buah buni atau buah kendaga. Biji dengan endsoperm lembaga bengkok atau melingkar seperti cincin(Tjitrosoepomo,2004).

Suku ini terbagi dalam kurang lebih 80 marga dan seluruhnya mencakup sekitar 1.700 jenis, yang tersebar di daerah-daerah iklim panas sampai daerah-daerah iklim sedang(Tjitrosoepomo,2004).

Suku : Convolvulaceae. Terna atau tumbuhan berkayu, kebanyakan merayap atau membelit, daun tunggal, sering bertoreh-toreh atau berbagi dalam, duduknya tersebar tanpa daun penumpu. Bunga banci, aktinomorf. Kelopak terdiri atas 45 daun kelopak yang bebas, mahkota berlekatan berbentuk corong atau terompet, dalm kuncup taju-taju mahkotanya berlipat atau tersusun seperti katup(Tjitrosoepomo,2004).

Benang sari 5, melekat pada buluh mahkota, berseling dengan taju-taju mahkota. Bakal buah menumpang, kebanyakan beruang 2, jarang beruang 35, tiap ruang dengan 2 bakal biji pada dasar ruang, masing-masing dengan 1 integumen. Tangkai putik 12. buahnya buah kendaga, kadang-kadang terbagi dalam 4 bagian. Biji kadang-kadang berambut, lembaga sedikit banyak bengkok atau tergulung, endosperm sedikit(Tjitrosoepomo,2004).

Suku ini membawahi lebih dari 1.000 jenis tumbuhan yang seringkali mempunyai saluran-saluran getah tidak beruas, keseluruhannya terbagi dalam kurang lebih 45 marga. Daerah distribusinya terutama daerah tropika(Tjitrosoepomo,2004).

Suku : Verbenaceae. Terna, semak, atau perdu, kadang-kadang juga berupa pohon atau liana dengan ranting-ranting yang jelas berbentuk segi empat, jelas kelihatan terutama pada ujung-ujung yang masih muda. Daun tunggal tanpa daun penumpu, duduknya berhadapan, jarang tersebar atau berkarang. Bunag dalam rangkaian yang bersifat rasemos. Kelopak berlekuk atau bergigi 4→5, dapat bervariasi dari 2→6, seringkali zigomorf. Mahkota membentuk buluh yang nyata, berbilangan 5, jarang 4, kebanyakan dengan taju-taju mahkota yang tidak sama besar, sedikit miring, tidak jelas berbibir(Tjitrosoepomo,2004).

Benang sari biasanya 4, 2→2 tidak sama panjang, jarang hanya 2 ditambah 2 yang mandul, atau sama sekali tidak ada. Bakal buah menumpang, tersusun dari 2→4 daun buah yang tepinya melipat kedalam membentuk sekat hingga bakal buah terbagi-bagi dalam 4→8 ruang. Salah satu daun kadang-kadang tereduksi, sehingga bakal buah hanya beruang 2(Tjitrosoepomo,2004).

Pada setiap daun buah terdpat 2 bakal biji yang apotrop atau anatrop, menempel pada tepi daun buah. Tangkai putik pada ujung bakal buah tidak terbagi. Buahnya buah batu yang berisi 2, 4 atau 8 biji. Biji dengan sedikit endosperm.lembaga lurus(Tjitrosoepomo,2004).

Suku ini membawahi sekitar 100-an marga dengan seluruh hampir 3.000 jenis , kebanyakan di daerah tropika, tidak banyak di luar daerah tersebut(Tjitrosoepomo,2004).

Suku : Labiatae (Lamiaceae). Umumnya berupa terna, jarang berupa tumbuhan berkayu, dengan batang yang jelas berbentuk segi empat (pada penampang lintangnya). Daun tunggal, jarang majemuk, duduk berhadapan atau berkarang tanpa daun penumpu, biasanya mempunyai kelenjar-kelenjar minyak atsiri, yang memberikan bau yang sedap(Tjitrosoepomo,2004).

Bunga dalam rangkaian yang bersifat simos, sering berupa tukal-tukal yang rapat dalam ketiak-ketiak daun. Kelopak tidak gugur, berbilangan 4→5, tidak jarang berbibir 2. mahkota berlekatan berbentuk buluh, berbilangan 5 atau 6, jelas berbibir 2 atau bertaju yang tidak sama besar, Zigomorf atau kadang-kadang hampir aktinomorf. Benang sari tertanam pada buluh mahkota, biasanya ada 4, 2→2 tidak sama panjang, kadang-kadang 2 + 2 yang mandul atau sama sekali tidak ada, jarang lebih dari 4 bakal buah menumpang, tersusun dari 2 daun buah yang membentuk 4 ruang yang hampir sempurna, pada tepi tiap daun buah terdapat 2 tembuni(Tjitrosoepomo,2004).

Sekat antara ruang-ruang bakal buah kadang-kadang rusak , sehingga tembuni kelihatan seakan-akan terletak di pusat. Tangkai putik dari pangkal dalam daun buah (ginobasis), jarang terminal pada ujung bakal buah. Buah berbagi dalam 4 bagian, yang masing-masing menyerupai buah kurung atau buah keras, jarang menyerupai buah batu. Biji dengan atau tanpa endsoperm, lembaga lurus(Tjitrosoepomo,2004).

Warga suku menunjukkan banyak persamaan dengan warga suku verbenaceae. Labiatae membawahi hampir 200 marga dengan seluruhnya meliputi lebih dari 3.000 jenis yang sebagian besar menghuni daerah-daerah beriklim panas(Tjitrosoepomo,2004).

Selasa, 05 Mei 2009

Moepyd Dedy Amier

Mengenai Saya

Blog ini ditulis oleh Empat orang dalam satu kelompok yaitu Bio06 Hunter, yaitu Moepyd, Amiracle, Daydeary dan Junin

Website ini di tulis oleh beberapa teman, sahabat, maupun dosen di Biologi FMipa, dan diharapkan mampu menambah wawasan kita semua serta tak lupa komentar untuk kami mengenai Blog Hasil kerjasama Bio06 Hunter dan Laboratorium Keanekaragaman Hayati

Dosen-dosen yang telah terlibat, Drs. Djoko Mintargo,MP Drs. Lariman, M.Si


Minat

Film Favorit

Musik Favorit

Buku Favorit

Senin, 04 Mei 2009

Perilaku Burung Belibis Oleh Dedy Ramadhany Bio 06 FMIPA UNMUL

Tujuan Pengamatan Prilaku Burung Belibis
- Mempelajari pola-pola tingkah laku dari Burung Belibis dalam waktu yang telah ditentukan.
- Melihat perilaku-perilaku yang sering dilakukan oleh Burung Belibis

Adaptasi Merupakan proses penyesuaian diri makhluk hidup dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Masing-masing individu mempunyai cara yang berbeda dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya, ada yang mengalami perubahan bentuk tubuh (adapatasi Morfologi), ada yang mengalami perubahan proses metabolisme tubuh (adaptasi Fisiologi) dan ada juga yang mengalami perubahan sikap dan tingkah laku (adaptasi tingkah laku). Adapatasi akan dilakukan oleh makhluk hidup bila keadaan lingkungan sekitarnya membahayakan atau tidak menguntungkan bagi dirinya, sehingga perlu untuk menyelamatkan atau mempertahankan kehidupannya.

Tingkah laku adalah tanggapan dari organisme baik secara fisiologis/metabolisme dan tindakan aksi sebagai usaha untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan. Sehingga yang melatar belakangi praktikum ini adalah apabila suatu makhluk hidup telah dapat beradaptasi di lingkungan, maka dia mampu membuat suatu pola tingkah laku untuk melangsungkan hidupnya.
Struktur dan Fisiolofi burung diadaptasikan dalam berbagai cara untuk penerbangan yang efisien. Yang paling utama di antara semua ini tentu saja adalah sayap. Meskipun sekarang sayap itu memungkinkan burung terbang jarak jauh untuk mencari makanan yang cocok dan berlimpah, mungkin saja sayap itu dahulu timbul sebagai adaptasi yang membantu mereka meloloskan diri dari pemangsa(Kimball,1983).

Kelangsungan hidup dari makhluk hidup tergantung pada kemampuannya untuk merasakan rangsangan luar dan bereaksi untuk menyesuaikan diri. Reaksi-reaksi terhadap lingkungan dapat terjadi secara fisiologis (perubahan dalam metabolisme tubuh) dan secara prilaku ( mencakup perubahan-perubahan dalam orientsi tubuh atau pola-pola gerakan sederhana)(Mahardjo dkk, 1976).

Tingkah laku khusus merupakan bawaan sejak lahir atau sebagai refleksi karakteristik spesies tersebut, yang tidak berubah dalam proses belajar. Tingkah laku ini tidak akan pernah banyak berubah oleh domestikasi, sedangkan tingkah laku lainnya dapat berubah oleh proses belajar.

Klasifikasi pada Burung Belibis :

Kerajaan :Animalia
Filum :Chordata
Kelas :Aves
Ordo :Anseriformes
Famili :Anatidae
Genus :Dendrocygna
Spesies :Dendrocygna arcuata

Belibis Kembang yang dalam bahasa latin disebut Dendrocygna arcuata adalah sejenis burung yang hidup di air. Warna bulu-bulu kecoklat-coklatan, lehernya agak panjang dan kecil, sedangkan paruh dan kakinya berwarna hitam. Kakinya berselaput renang seperti kaki bebek atau itik. Burung ini tidak saja pandai berenang dengan kaki renangnya, tetapi juga pandai dan kuat terbang jauh. Biasanya burung ini terbang dengan kelompok dengan susunan khusus, sambil mengeluarkan suara seperti siulan. Karena belibis ini pandai bersiul, orang Inggris menyebutnya ”Itik Bersiul”. Belibis jenis ini dikenal sebagai burung pengembara yang suka berpindah-pindah tempat. Kalau sedang berpindah tempat, tak jarang mereka terbang pada malam hari, tinggi di angkasa gelap. Apa maksud mereka terbang di malam hari, hanya mereka yang tahu(Mahardjo dkk, 1976).

Belibis kembang biasa dijumpai mencari mangsa di daerah-daerah tambak dekat pantai, di rawa-rawa dan juga di danau-danau yang terdekat di pegunungan. Makanannya berupa binatang-binatang kecil yang hidup di air, tanaman air dan juga biji-bijian. Pada waktu sepasang Belibis Kembang hendak bertelur, burung ini membuat sarangnya dipermukaan tanah, biasanya di rumputan. Sebuah sarang Belibis Kembang dapat berisi telur sampai sebanyak 9 butir. Anaknya seperti anak-anak itik peliharaan, sehari setelah ditetaskan sudah pandai berenang, beriringan meninggalkan sarang bersama induknya mencari makan(Anonim, 2009).

Belibis Kembang banyak diburu orang karena rasa dagingnya yang memang enak dimakan. Oleh sebab itu jenis binatang ini dikhawatirkan akan punah. Untuk mencagah kepunahannya pemerintah mengeluarkan undang-undang perburuan yang mengatur cara dan ketentuan-ketentuan yang harus ditaati para pemburu di dalam melaksanakan pemburuannya. Daerah penyebaran Belibis Kembang meliputi daerah yang luas mulai dari Indonesia, Philipina sampai ke kepulauan Fiji dan Australia. Belibis Kembang termasuk ke dalam suku Anatidal atau Itik-itikan. Jenis burung-burung Anatidal tidak kurang dari 15 jenis, satu jenis diantaranya yang telah dilindungi oleh undang-undang adalah Cairina scentulata(Mahardjo dkk, 1976).

3.1 Waktu dan tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 23 April 2009 pada jam 13.00–selesai dengan cuaca Cerah di sangkar pemeliharaan hewan di Kampus FMIPA Univesitas Mulawarman

3.2 Alat dan bahan

Alat-alat

Alat tulis

Stopwatch

Kertas kosong

Bahan

Burung Belibis

3.3 Cara kerja

Dilihat aktifitas burung tersebut dengan teliti .

Dicatat aktifitas burung tersebut baik pada saat terbang, maupun yang lainnya.

Dicatat kegiatan yang dilakukan burung tersebut selama Waktu 30 detik per 120 kegiatan.

Dibuat tabel kegiatan yang dilakukan burung tersebut selama 120 kegiatan.

Dihitung frekuensi tingkah laku dari burung tersebut dengan menggunakan rumus frekuensi tingkah laku

Hasil Pengamatan

Diagram Batang

Pembahasan

Dalam pengamatan burung Belibis, ada beberapa aktivitas yang dilakukannya dari durasi 60 menit, yaitu aktivitas menelisik, istirahat, melihat-lihat, Perpindahan tempat, meminyaki bulu-bulu, serta kegiatan tidur.

Burung Belibis adalah salah satu burung yang memiliki habitat di air, kemampuannya yang dapat berenang di air di sebabkan karena burung belibis termasuk burung yang memiliki kaki berselaput dan jarang untuk melakukan terbang. Saat pengamatan, Persentase mobilitas sangat jarang dilakukan oleh hewan ini seperti dari pernyataan diatas, hewan ini lebih banyak aktif di habitat air. Aktivitas mobilitas di daerah teresterial, hanya digunakan untuk mencari makan dan menghindari lawan, bertelur dan aktivitas lainnya. Pergerakan berjalan sangat lambat, namun sangat cepat saat mencapai air, Sehingga dalam mobilitas dari hewan ini sangat kecil untuk daerah teresterial.

Kegiatan Menelisik (preening) merupakan kegiatan yang sangat sering dilakukan oleh hewan, khususnya burung. Dengan maksud untuk merapikan kembali susunan atau letak bulu dari burung. Burung belibis juga melakukan aktivitas menelisik dan meminyaki bulu setelah melakukan aktivitas di atas air. Dalam pengamatan, meminyaki bulu tidak banyak dilakukan oleh burung ini dan lebih banyak ke arah menelisik. Merapikan bulu, burung belibis tidak memerlukan banyak minyak, hanya melakukan sesekali sambil merapikan bulunya dengan menggunakan paruhnya pada bagian sayap(remiges), ekor(rectrices), parapterum maupun pada bagian tectrices.

Aktivitas istirahat dan tidur merupakan aktivitas untuk mengembalikan kembali energi yang telah digunakan. Persentase dari keduanya, baik istirahat dan tidur cukup dekat dan besar, yaitu untuk istirahat sebesar 33% dan tidur sebesar 41%. Alasan kenapa persentase kedua aktivitas ini cukup dekat dan mendominasi, Seperti yang kita ketahui, aktivitas tidur seekor burung dapat dilakukan di sela-sela saat dia berdiri maupun saat duduk(bertengger) sehingga lama Tidur pada burung dapat dihitung dalam hitungan detik.

Aktivitas ekploring dapat dikatakan suatu aktifitas untuk mengetahui keadaan alam sekitar dari sang burung, yaitu mendongak ke atas,kesamping maupun kebawah. Dalam pengamatan, burung belibis melakukan aktifitas ini untuk mengamati kegiatan hewan lain yang berada di sekitarnya yang berusaha mengganggunya. Apabila terganggu, hewan ini melakukan penyerangan dengan mengarahkan paruh ke hewan yang mengganggunya sambil mengeluarkan suara. Dengan maksud memberi peringatan pada hewan lain tersebut. Persentase Exploring dan Attacking yang didapat dilapangan sebesar 8 % dan 2 %.


Kesimpulan

Dalam pengamatan burung Belibis, ada beberapa aktivitas yang dilakukannya dari durasi 60 menit dan persentasenya masing-masing, yaitu aktivitas menelisik 14%, istirahat 41%, melihat-lihat 8%, Perpindahan tempat 1%, meminyaki bulu-bulu 1%, serta kegiatan tidur sebanyak 41%.

Aktivitas istirahat dan tidur merupakan aktivitas untuk mengembalikan kembali energi yang telah digunakan. Persentase dari keduanya, baik istirahat dan tidur cukup dekat dan besar, yaitu untuk istirahat sebesar 33% dan tidur sebesar 41%. Alasan kenapa persentase kedua aktivitas ini cukup dekat dan mendominasi, Seperti yang kita ketahui, aktivitas tidur seekor burung dapat dilakukan di sela-sela saat dia berdiri maupun saat duduk(bertengger) sehingga lama Tidur pada burung dapat dihitung dalam hitungan detik.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. http://wikipedia.co.id/03/2007/burung_belibis_kembang/ diakses pada tanggal 27 april 2009

Kimball, J.1983.Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Erlangga : Jakarta

Mahardjo M, dkk. 1976. Burung-burung yang Hidup di Air. PT. Karya Nusantara : Jakarta.


Download MP3

Masukan Nama Penyanyi - Judul Lagu

Mesin Cari Free Download Mp3 Gratis

"Just For Fun with BioHunter And Primbon"